Sigerpos|Metro – Awal Mula Transmigrasi di Lampung bermula Keberhasilan program kolonisatie (transmigrasi kolonial) di Gedong Tataan dan Pringsewu, Lampung Selatan, mendorong pemerintah Hindia Belanda memperluas wilayah transmigrasi. Pada 1932, dibukalah daerah baru di Trimurjo, Sukadana, Lampung Tengah.
Koran Soerabaijasch Handelsblad tanggal 15 Februari 1933 menyebut, pada awal 1933 saja survei untuk pembangunan irigasi belum selesai. Awalnya, pengiriman transmigran masih terbatas karena infrastruktur belum siap. Baru pada 1935, setelah persiapan irigasi dan lahan selesai, pemerintah mengirimkan transmigran secara besar-besaran.
Pada tahun 1932 pemerintah Hindia Belanda mulai mengirimkan para kolonis (penduduk) itu ke daerah utara. Mereka ditempatkan di daerah Trimurjo, tepatnya di Desa Adipuro yang dikenal dengan sebutan bedeng 1 atau BD 1
Disebut Trimurjo itu mulai berubah. Pendatangnya pun mulai bertambah. Perkembangannya mirip Gedong Tataaan yang dimulai sejak 1905. Penghuni daerah transmigran di Gedong Tataan, Pringsewu, dan Trimurjo ini sama-sama berasal dari Jawa.
Pertanian yang menjadi tulang punggung kehidupan di sana. Irigasi membuat sawah-sawah yang dibuka oleh para transmigran itu menjadi hidup. Pada 1936 saja, persawahannya sudah terlihat banyak.
Pertumbuhan Trimurjo dan Munculnya Metro Trimurjo, yang berarti “tiga kebahagiaan”, merujuk pada tiga saluran irigasi utama. Daerah ini berkembang pesat dengan pertanian sebagai tulang punggung ekonomi.
Lambat laun, muncul permukiman baru yang disebut Metro. Ada beberapa teori asal nama Metro:
- Bahasa Belanda: Centrum (pusat).
- Kata Jawa: Mitro (teman), yang kemudian berubah pelafalannya menjadi Metro.
- Versi lain, Residen Rookmaker menyebutnya sebagai kependekan dari Metropolis.
Perkembangan Kota Metro
Metro tumbuh menjadi pusat perniagaan dan pertanian. Koran-koran Belanda, seperti Het Vaderland (1936), menyebut Metro sebagai kota utama di wilayah transmigrasi.
De Indisch Courant punya pendapat lain lagi. Dalam edisi 18 Desember 1937, koran tersebut menyatakan bahwa Residen Rookmaker menyebut Metro sebagai awal kata dari Metropolis, namun para transmigran di sana suka menyebutnya sebagai Mitro (yang artinya teman).
Apapun asal namanya, Metro terus berkembang. Koran-koran berbahasa Belanda, seperti Het Vaderland (2 Desember 1936), menyebut Metro sebagai kota utama di daerah transmigrasi itu.
Hingga hari ini nama Metro masih dipakai dan dikenal banyak orang di Lampung. Metro, yang berisikan banyak orang Jawa, dikenal sebagai daerah penghasil pertanian. Suasana perkampungan-perkampungan di Metro pun mirip seperti kampung-kampung Jawa di manapun, baik secara bentuk fisik maupun sosialisasi antarpenduduknya yang memakai bahasa Jawa.
Hingga kini, Metro tetap menjadi kota dengan nuansa Jawa yang kental, baik dari budaya maupun bahasa. Dari lahan transmigrasi, Metro berkembang menjadi kota yang lebih ramai dibanding Pringsewu dan Gedong Tataan.