
Oleh: Abid Bisara
Sigerpos.com, Kondisi profesi Jurnalis diera saat ini semakin memprihatinkan, tugas jurnalis yang sebagian orang menganggapnya mulia, kini mulai berubah menjadi profesi yang dianggap sebagai momok, bukan hanya dikalangan pejabat, pelaku usaha maupun masyarakat.
Meski tidak semua, profesi jurnalis atau wartawan kini mulai rusak, oleh segelintir oknum yang mengatasnamakan wartawan, untuk melakukan pemerasan, bahkan terlihat seperti pengemis. Mereka bukanlah jurnalis yang kita kenal dengan kode etik dan idealisme tinggi. Mereka adalah pemburu rente yang bersembunyi di balik kartu pers dan rekayasa berita.
Dengan menyasar setiap sekolah, kantor kepala desa atau lurus, bahkan ke pelaku usaha yang sedang berjuang merintis usaha. Contoh Setiap kali dana BOS cair, sekolah-sekolah berubah menjadi “hunger games” versi lokalβtemwhere, istilah “Permainan Kelaparan” atau “Pertandingan Kelaparan”, yang mencerminkan sifat kompetisi mematikan untuk bertahan hidup. kepala sekolah menjadi sasaran empuk pemerasan berkedok jurnalisme.
Modus Operandi Dari “Silaturahmi” Hingga Ancaman Viral. Mereka datang bak pahlawan super yang baru turun dari gunung. Awalnya ramah, tanya program sekolah. Ujung-ujungnya? Sodorkan paket langganan media dengan harga gila-gilaan. Jika ditolak, ancaman langsung meluncur: ‘Siap-siap jadi headline viral!’ atau ‘Mau dilaporkan ke penegak hukum?'”
Ini bukan lagi jurnalisme. Ini pemerasan sistematis yang memakai topeng kebebasan pers, bermodal tanda pengenal yang dicetak di pojok jasa printing. Tidak sedikit menatal kepala sekolah rontok, bukan karena kurikulum, tapi oleh teror yang datang setiap triwulan.
Bayangkan saat dana BOS cair, bisa datang puluhan orang sekaligus ke sebuah sekolah, seperti rombongan sirkus yang menawarkan segala macam “jasa” dari paket langganan media, minta uang bensin, hingga rokok. Anggaran untuk “silaturahmi” ini bisa lebih besar dari dana proyek perpustakaan! mereka bukan wartawan, tapi “jack of all trades”
Dianggap sebagai profesi strategis dan menguntungkan, mereka bahkan rela merangkap profesi hingga bikin geleng kepala. Pagi jadi tukang parkir, siang jadi wartawan, malam jadi pawang hujan. Mereka serba bisa!” Siapa sebenarnya mereka. Apakah semudah itu menjadi wartawan, siapa yang perlu disalahkan sehingga profesi yang sempat dianggap mulia, kini justru menjadi profesi yang perlu diwaspadai sebagai orang.
Ditambah lagi majunya teknologi, penulisan berita bukan lagi keahlian atau skil berkelas, tumbang dengan adanya keberadaan ChatGBT melalui kecerdasan AI, siapa saja bisa membuat berita dari berbagai sudut, meski mereka tidak mengenyam pendidikan.
Mereka terkadang sering disematkan Bodrex atau wartawan ninja. Itulah sindiran pedas untuk oknum-oknum yang telah mengubah profesi jurnalis menjadi tukang intimidasi. Mereka adalah cermin kegagalan negara dalam melindungi dunia pendidikan dari parasit yang menggerogoti anggaran sekolah.
Bukan berarti pejabat sekolah bersih dari korupsi, tatapi orang yang mengaku wartawan seperti merekalah yang memaksa mereka untuk korupsi. Awal menyisakan uang pribadi untuk memberi makan mereka, bukan terimakasih yang diberikan, malah koloninya dibawa untuk meminta minta.
Sudah saatnya negara hadir! untuk membersihkan profesi wartawan, Pemerintah daerah dan penegak hukum tidak boleh lagi menjadi penonton di pinggir lapangan. Mereka harus turun dengan langkah-langkah konkret dengan membentuk satgas khusus, untuk memantau oknum wartawan palsu di sektor pendidikan.
Memberikan pelatihan hukum bagi kepala sekolah untuk menghadapi intimidasi. Tindak tegas tanpa kompromi pada pelaku pemerasan berkedok jurnalis. Berkolaborasi dengan Dewan Pers untuk memverifikasi kartu pers yang aktif.
Jurnalisme bukanlah pemerasan! Melainkan corong informasi yang dibutuhkan masyarakat, untuk mendapatkan kabar atau pristiwa sesuai fakta. Wartawan sejati adalah pewarta fakta, bukan pencari keuntungan dengan cara mengancam. Oknum-oknum ini bukan hanya merusak martabat jurnalisme, tetapi juga membunuh masa depan pendidikan dan pembangunan.
Cocok ada benarnya,cuma transparansi oleh pejabat publik tentang anggaran dan pelayanan publik juga ditingkatkan,sama sama membangun negeri, jangan ada dusta diantara Kita.