Sigerpos.com, Tanggamus – Bendahara dan staf Universitas Bandar Lampung (UBL) enggan memberikan klarifikasi terkait dugaan kongkalikong dalam transaksi jual beli lahan perkebunan seluas 40.647 m² di Pekon Kayuhubi, Kecamatan Pugung, Tanggamus. Lahan tersebut rencananya akan digunakan untuk pengembangan bisnis kampus UBL.
Kesepakatan jual beli ini melibatkan pihak kedua sebagai penghubung antara pihak pertama (penjual) dan pihak ketiga (pembeli), serta telah didaftarkan melalui Akta Perjanjian Komitmen Fee Nomor 54 tanggal 18 Juli 2024. Namun, transaksi ini berujung pada dugaan pelanggaran perjanjian yang menyebabkan kerugian materil dan immateril bagi pihak kedua.
Upaya konfirmasi yang dilakukan Sigerpos.com terhadap pihak UBL tidak membuahkan hasil. Andre Barusman, yang diketahui sebagai Bendahara Kampus UBL, dihubungi melalui nomor 081298096xxx, namun meskipun panggilan diangkat, tidak ada tanggapan lebih lanjut. Pesan WhatsApp yang dikirimkan juga hanya dibaca tanpa respon.
Hal serupa terjadi saat media ini mencoba menghubungi Fanny Hasibuan, staf UBL, melalui nomor 081381114xxx. Meskipun ponsel dalam kondisi aktif, panggilan tidak direspons, dan pesan WhatsApp yang dikirimkan juga hanya terbaca tanpa balasan.
Sementara itu, Hj. Ipah Sulaisi, ibunda pemilik lahan (pihak pertama), mengaku tidak mengetahui adanya pembatalan transaksi tersebut.
“Saya tidak tahu ada pembatalan apa. Silakan tanya kepada pihak kedua dan pembelinya,” ujar Hj. Ipah Sulaisi saat dihubungi melalui telepon, Selasa, 4/2/2025.
Ia menambahkan bahwa meskipun hadir dalam penandatanganan di kantor notaris Talang Padang, dirinya tidak memahami isi perjanjian tersebut karena itu merupakan urusan anaknya. “Saya hanya menandatangani saja, selebihnya saya tidak tahu,” jelasnya.
Sebelumnya, Agus Sutoto, yang berperan sebagai pihak kedua dalam transaksi ini, mengaku dirugikan setelah perjanjian kerja sama dibatalkan secara sepihak oleh pihak pertama dan pihak ketiga saat proses pelunasan akan dilakukan.
Menurutnya, kerugian materil yang dialaminya mencakup biaya pemagaran lahan, pembelian pagar kawat, ongkos pekerja, biaya notaris, serta biaya perjalanan bolak-balik Tanggamus-Bandar Lampung. Selain itu, ia juga mengalami kerugian immateril karena selama berbulan-bulan meninggalkan pekerjaan pribadinya untuk fokus pada pengelolaan lahan tersebut.
“Lahan itu sudah kami kelola bersama, mulai dari pemasangan pagar, pembersihan lahan, hingga penanaman pohon enau. Saat itu, kegiatan ini juga dihadiri oleh beberapa profesor dan dosen UBL, camat, serta Kepala Dinas Pertanian Tanggamus,” ungkap Agus kepada Sigerpos.com, Senin, 3/2/2025.
Agus menyayangkan pembatalan sepihak ini, yang menurutnya hanya dipicu oleh selisih harga, meskipun sebelumnya telah disepakati oleh semua pihak.(*)