
Oleh: Abid Bisara
Sigerpos.com – Dia duduk sendiri di sudut ruang tamu yang gelap. Matanya kosong menatap layar ponsel yang masih menampilkan sisa-sisa riwayat transaksi judi online. Sudah lima tahun perjalanan karirnya hancur berantakan. Tabungan yang susah payah dikumpulkan selama sepuluh tahun menguap dalam hitungan bulan. Kini, yang tersisa hanyalah utang yang menggunung dan kepercayaan keluarga yang tercabik-cabik.
Ini bukan sekadar cerita fiksi. Ini adalah potret nyata yang semakin banyak terjadi di sekitar kita. Sebut saja Andi (bukan nama sebenarnya), seorang pria 37 tahun yang awalnya hanya iseng mencoba judi online karena ajakan teman. Awalnya hanya Rp 50.000, lalu berlipat ganda menjadi jutaan rupiah. Ia terjebak dalam ilusi “kemenangan mudah” yang ditawarkan platform judi online.
Tahap pertama selalu sama: godaan bonus dan promo menggiurkan. Lalu, ketika sudah mulai kalah, muncul keyakinan bahwa “sekali lagi saja” bisa mengembalikan modal. Ini yang dalam psikologi disebut loss chasing, mengejar kerugian yang justru membuat seseorang semakin terjerembab.
Andi mengalami semua fase itu. Dari karyawan teladan menjadi pemalas yang kerjanya hanya menatap layar ponsel. Dari suami penyayang menjadi pemarah yang mudah meledak. Dari teman baik menjadi peminjam ulung yang tak pernah mengembalikan utang.
Berbeda dengan judi konvensional, judi online memiliki karakteristik yang jauh lebih berbahaya. Akses 24 jam, privasi tinggi, dan metode pembayaran digital yang memudahkan membuat orang bisa terjebak tanpa batas. Platform judi online kini menggunakan algoritma canggih untuk membuat pemain terus bermain, mirip dengan cara kasino profesional mengatur mesin slot.
Data Kementerian Komunikasi dan Informatika menunjukkan, terdapat lebih dari 800.000 situs judi online yang diblokir setiap tahunnya. Angka yang fantastis ini hanya mewakili sebagian kecil dari fenomena gunung es perjudian online di Indonesia.
Sudah waktunya kita semua peduli, dan melawan, mencari jalan keluar, tidak hanya sekadar niat. Bagi mereka yang sudah terjebak, berhenti tidak semudah membalikkan telapak tangan. Butuh pendekatan komprehensif. Pengakuan dan Kesadaran, langkah pertama mengakui bahwa diri sendiri memiliki masalah.Tidak ada pemain judi online yang bisa sembuh tanpa pengakuan jujur pada diri sendiri.
Keluarga perlu hadir sebagai support system, bukan sebagai hakim yang menghakimi. Komunitas seperti Gamblers Anonymous bisa menjadi tempat berbagi pengalaman.
Bagi mereka yang mampu, bantuan Profesional Konselor kecanduan judi atau psikolog bisa membantu mengatasi akar masalah, apakah itu berasal dari tekanan finansial, masalah kepribadian, atau faktor lainnya.
Gunakan aplikasi parental control untuk memblokir akses ke situs judi.Minta bantuan keluarga untuk mengatur keuangan, Atau Cari Aktivitas Pengganti, seperti Olahraga, hobi baru, atau kegiatan sosial dapat mengalihkan keinginan untuk berjudi.
Selain itu, kepada pemerintah dan regulator, kami mendesak penguatan sistem perlindungan konsumen, termasuk kerja sama dengan penyedia layanan internet, dan perbankan untuk memutus mata rantai judi online.
Mari kita buka mata. Judi online bukan tentang keberuntungan, tapi tentang penghancuran yang sistematis. Setiap klik di situs judi online bukan hanya merugikan diri sendiri, tapi juga menghancurkan masa depan keluarga.
Andi mungkin sudah terlambat menyadari. Tapi masih banyak “Andi-Andi” lain yang bisa diselamatkan. Mari jadikan pengalaman pahitnya sebagai peringatan bagi kita semua. Jangan biarkan masa depan kita dan orang-orang yang kita cintai terkubur dalam jerat judi digital yang tak berperikemanusiaan.